Jumat, 08 Juli 2011

9 Summers 10 autumns

SPEECHLESS.


Ngga tau mau nge describe apa tentang buku ini, cuma mau lo, lo, lo semua tau kalo gue bakal mengeluarkan 4 jempol kesayangn gue buat buku ini (Y) (Y) (Y) (Y).


DARI KOTA APEL, KE THE BIG APPLE.


Jadi, ceritanya orang yang hidup sederhana, tapi dia biasa ngeraih mimpi - mimpinya lewat kesederhanaan dan kehangatan keluarganya gitu. Lo nggak akan selalu dapet apapun yang lo mau. Kekayaan tuh nggak menjamin lo bahagia tau. Ngga ngerti lagi baca aja deh. 



Di kaki Gunung Panderman, di rumah berukuran 6 x 7 meter, seorang anak laki-laki bermimpi. Kelak, ia akan membangun kamar di rumah mungilnya. Hidup bertujuh dengan segala sesuatu yang terbatas, membuat ia bahkan tak memiliki kamar sendiri. Bapaknya, sopir angkot yang tak bisa mengingat tanggal lahirnya. Sementara ibunya, tidak tamat Sekolah Dasar. Ia tumbuh besar bersama empat saudara perempuan. Tak ada mainan yang bisa diingatnya. Tak ada sepeda, tak ada boneka, hanya buku-buku pelajaran yang menjadi "teman bermain"-nya. Di tengah kesulitan ekonomi, bersama saudara-saudaranya, ia mencari tambahan uang dengan berjualan di saat bulan puasa, mengecat boneka kayu di wirausaha kecil dekat rumah, atau membantu tetangga berdagang di pasar. Pendidikanlah yang kemudian membentangkan jalan keluar dari penderitaan. Dan kesempatan memang hanya datang kepada siapa yang siap menerimanya. Dengan kegigihan, anak Kota Apel dapat bekerja di The Big Apple, New York. Sepuluh tahun mengembara di kota paling kosmopolit itu membuatnya berhasil mengangkat harkat keluarga sampai meraih posisi tinggi di salah satu perusahaan top dunia. Namun tak selamanya gemerlap lampu-lampu New York dapat mengobati kenangan yang getir. Sebuah peristiwa mengejutkan terjadi dan menghadirkan seseorang yang membawanya menengok kembali ke masa lalu. Dan pada akhirnya, cinta keluargalah yang menyelamatkan semuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar